L Lawliet - Death Note

Jumat, 10 Mei 2013

ASUHAN KEPERAWATN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN ‘BRONCHITIS”



ASUHAN KEPERAWATN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
‘BRONCHITIS”


71155_341541120113_3869306_n.jpg


Oleh :
*      Agus Prasetyo ( 11194205002)
*      Jufrijal (11194205008)
*      Ria Agustina (1194205012)



AKADEMI PERAWATAN MALAHAYATI
MEDAN
2012/2013

AKADEMI PERAWAT MALAHAYATI MEDAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Bronchitis” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini memuat tentang “Askep Bronchitis” yang mengidentifikasikan dan menjabarkan konsep khusus yang berhubungan dengan hal hal nyata dalam keperawatan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing kami yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini dengan baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. 

Medan,  27 September

Penulis










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
BAB I             PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang………………………………………………………….…4
1.2  Tujuan……………..………………………………………………..…...…4
BAB II                        TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian…………………………………………………………….……5
2.2 Konsep Medis……………………………………………………..……….5
2.3 Patofisiologi……………………………………………………………..…7
2.4 Tanda dan Gejala………………………………………………………..…7
2.5 Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………...8
2.6 Penatalaksanaan………………………………………………………..…..8
2.7 Komplikasi……………………………………………………………..….9
2.8 Pencegahan…………………………………………………………...……9
2.9 ASKEP Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Bronchitis…………..……9

BAB III          PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………...………..22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………..…………………….22











BAB I
PENDAHULUAN
1.1  latar Belakang
1.2  Tujuan






























BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1  Pengertian
            Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ).
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994).Klasifkasi
a.       Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b.       Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau batuk berulang adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya.
2.2 Konsep Medis
Penyebab utama penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut:
a.       Spesifik
1)      Asma
2)      Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3)      Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4)      Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5)      Sindrom aspirasi.
6)      Penekanan pada saluran napas.
7)      Benda asing.
8)      Kelainan jantung bawaan.
9)      Kelainan sillia primer.
10)  Defisiensi imunologis.
11)  Kekurangan anfa-1-antitripsin.
12)  Fibrosis kistik.
13)  Psikis.


b.       Non-spesifik
1)      Asap rokok.
2)      Polusi udara.








2.3  Patofisiologi






















2.4  Tanda dan Gejala
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
a.       Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
b.       Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
c.       Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d.      Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu :
a.       Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien murang istirahat
b.       Daya tahan tubuh klien yang menurun
c.       Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d.      Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e.       Konsentrasi belajar anak menurun

2.5  Pemeriksaan diagnostik
a.       Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterio-anterior dilakukan untuk menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif menahun.
b.       Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberkulosis paru. Pemeriksaan kadar gas dalam arteri untuk menentukan pH darah, tekanan CO2 (Pa CO2), tekanan oksigen (Pa O2) dan prosentase saturasi oksihemoglobin (SaO2).
2.6 Penatalaksanaan
a.       Perbaikan keadaan umum, istirahat dan jangan merokok.
b.       Bila ada alergi berikan antihistamin
c.       Bila ada bronkospasme berikan bronkodilator.
d.      Bila batuk produktif berikan ekspektoran untuk mempermudah pengeluaran riak.
e.       Berikan terapi simtomatik bila perlu.
f.        Obat analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, sakit punggung dan otot.
g.       Terapi istirahat di tempat tidur diberikan sejak panas badan meninggi.
h.       Cairan diberikan untuk membantu menurunkan panas dan mencegah dehidrasi.
i.         Berikan diet lunak atau cair.
2.7 Komplikasi
a)      Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik.
b)      Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
c)      Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
d)     Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis.
2.8  Pencegahan
a.       Tidak tidur di kamar yang berAC atau gunakan baju dingin, bila ada gunakan baju yang tertutup lehernya.
b.       Hindari makanan yang merangsang.
c.       Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat.
d.      Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan.
e.       Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi.
2.9  Asuhan Keperawatn Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Bronchitis
1.Pengkajian
1.       Anamnesis
Keluhan utama pada klien dengan bronkhitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, deman dengan suhu tubuh dapat mencapai > 40oC dan sesak nafas.
1)      Riwayat Penyakit Saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkhitis bervariasi tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia, klien dengan bronkhitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat, takikardia, dan takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang didapatkan terdiri atas batuk, ekspektorasi/peningkatan produksi sekret dan rasa sakit di bawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan untuk dipakai kembali.
2)      Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu sering kali klien mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas.
3)      Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam merupakan stresor penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis penyakit dari klien.
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan nonfarmakologi (nonmedicinal interventions) seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), sistem pendukung (support system), kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
2.       Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkhitis biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40oC, frekuensi nafas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.
2)      B1 (Breathing)
Inspeksi :
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. Pada kasus bronkhitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel/ tong. Gerakan pernafasan masih simetris. Hasil pengkajian lainnya menunjukkan klien juga mengalami batuk produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah.

Palpasi :
Taktil fremitus biasanya normal.
Perkusi : Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh lapang paru.
3)      B2 (Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
4)      B3 (Brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius.
5)      B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
6)      B5 (Bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
7)      B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuian orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.



3.       Pemeriksaan Diagnostik
1)      Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterio-anterior dilakukan untuk menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif menahun.
2)      Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberkulosis paru.
2. Diagnosa
  1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan proses peradangan, sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk.
  2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakheal/ faringeal.
  3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme sekunder dari bakteremia/ viremia.
  4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
  5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan fisik umum.
  6. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
  7. Kurangnya pemenuhan informasi yang berhubungan dengan ketidakjelasan sumber informasi.

3.      Perencanaan
Rencana intervensi yang dilakukan perawat pada klien dengan bronkhitis bertujuan agar :
1.                  Kembali efektifnya bersihan jalan nafas.
2.                  Suhu tubuh kembali ke batas normal.
3.                  Terpenuhinya intake nutrisi secara adekuat.
4.                  Menurunnya tingkat kecemasan klien.
5.                  Terpenuhinya informasi yang diperlukan klien.

4.      Implementasi
Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan proses peradangan, sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk.
a.       Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas misalnya mengi, krekels, ronki.
R : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan bunyi nafas tambahan.
b.       Kaji/ pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
R : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada pasien cemas dan adanya proses infeksi akut.
c.       Catat adanya/ derajat dispnea, misal keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distres pernafasan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
R : disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di ruimah sakit.
d.      Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
e.       Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R : pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat meningkatkan episode akut.
f.        Dorong/ bantu latihan napas dalam.
R : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea danmenurunkan jebakan udara.
g.       Observasi karakteristik batuk misal menetap, batuk pendek, atau basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R : batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. 
h.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat :
Bronkodilator (misal epinefrin, albutenol, terbutalin)
R : merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
Analgesik, penekan batuk/ antitusif (misal dextrometorfan)
R : batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat.


Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakheal/ faringeal.
i.         Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas misalnya mengi, krekels, ronki.
R : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan bunyi nafas tambahan.
j.         Kaji/ pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
R : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada pasien cemas dan adanya proses infeksi akut.
k.       Catat adanya/ derajat dispnea, misal keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distres pernafasan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
R : disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di ruimah sakit.
l.         Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
m.     Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R : pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat meningkatkan episode akut.
n.       Dorong/ bantu latihan napas dalam.
R : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea danmenurunkan jebakan udara.
o.       Observasi karakteristik batuk misal menetap, batuk pendek, atau basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R : batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
p.       Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
R : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
q.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat :
Bronkodilator (misal epinefrin, albutenol, terbutalin)
R : merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
Analgesik, penekan batuk/ antitusif (misal dextrometorfan)
R : batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat.
r.        Kolaborasi dalam pengobatan pernafasan misal IPPB, fisioterapi.
R : drainase postural dan perkusi penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi segmen dasar paru.
s.        Awasi/ buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.
R : membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/ kemunduran proses penyakit dan komplikasi.




Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme sekunder dari bakteremia/ viremia.
a.       Monitor status suhu tubuh, perhatikan bila klien menggigil atau terjadi diaporesis secara periodik.
R : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
b.       Berikan kompres dingin di area kepala dan lipat ketiak.
R : terjadi penyaluran suhu dari dingin ke panas sehingga dapat membantu penurunan panas.
c.       Hitung dan ukur balance cairan selama 24 jam.
R : mengidentifikasi apabila terjadi dehidrasi berkaitan dengan hipertermi.
d.      Berikan asupan cairan 2000ml/hr jika tidak ada kontraindikasi.
R : mencegah terjadinya dehidrasi dan membantu menurunkan suhu tubuh.
e.       Anjurkan menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
R : keringat akan terserap oleh kain sehingga pasien merasa nyaman.
f.        Jelaskan tanda awal hipertermi : kulit memerah, sakit kepala, keletihan, dan kehilangan nafsu makan.
Informasi yang adekuat kepada pasien akan membuat pasien mengerti dan mengatasi agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
g.       Kolaborasi dengan dokter dalam hal :
Obat penurun panas
R : berguna untuk menurunkan panas.

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
a.       Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R : Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
b.       Auskultasi bunyi usus.
R : penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi.
c.       Berikan perawatan oral sering, buamg sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisue.
R : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
d.      Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
R : membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
e.       Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R : dapat menghasilkan distensi abdomen yang menggangu napas abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.
f.        Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
R : suhu ekstrem dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme batuk.
g.       Timbang berat badan sesuai indikasi.
R berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
h.       Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna.
R : meminimalkan pasien dalam penggunaan energi.
i.         Kaji pemeriksaan laboratorium misal albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R : mengevaluasi/ mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan fisik umum.
a.       Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R : menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
b.       Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
c.       Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
d.      Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R : pasien mungkin nyaman dengan kepala tingg, tidur di kursi atau merunduk ke depan meja atau bantal.
e.       Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
a.       Bina hubungan saling percaya, lakukan kontak mata dan kontak fisik.
R : mendekatkan hubungan pasien dan perawat.
b.       Bicara dengan sikap tegas, tenang dan meyakinkan.
R : menumbuhkan rasa percaya klien terhadap perawat.
c.       Gunakan kalimat pendek dan sederhana.
R : pasien mudah mengerti apa yang dibicarakan perawat terutama saat pasien cemas.
d.      Observasi tingkat kecemasan melalui kemampuan memecahkan masalah, memusatkan perhatian, ketepatan berespon terhadap situasi.
R : mengidentifikasi seberapa parah tingkat kecemasan pasien.
e.       Bantu untuk mengenali faktor-faktor penyebab cemas dan upaya mengatasinya.
R : mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam proses penyembuhan.
f.        Ciptakan lingkungan tenang, aman, jauhkan benda berbahaya.
R : membuat pasien dalam lingkungan nyaman dan aman.
g.       Beri dukungan setiap melakukan aktivitas.
R : menumbuhkan rasa percaya diri pasien.
h.       Beri kesempatan untuk memilih mekanisme koping yang efektif.
R : menumbuhkan rasa percaya diri dan menghindarkan ketergantungan.

Kurangnya pemenuhan informasi yang berhubungan dengan ketidakjelasan sumber informasi.
a.       Jelaskan/ kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/ orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.
R : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
b.       Intruksikan/ kuatkan rasional untuk latiahan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
R : napas bibir dan napas abdominal/ diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk mengonmtrol dispnea.
c.       Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tak diinginkan.
R : penting bagi pasien untuk membedakan efek samping menggangu (obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin diberhentikan/ diganti).
d.      Tekankan pentingnya perawatan oral/ kebersihan gigi.
R : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas.
e.       Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan aktif. Tekankan perlunya vaksinasi influenza/ pnemokokal rutin.
R : menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas.
f.        Diskusikan faktor individu yang menurunkan kondisi seperti udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap rokok, polusi udara. Dorong pasien/ orang terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.
R : faktor lingkungan ini apat menimbulkan/ meningkatkan iritasi bronkial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan napas.
g.       Kaji efek bahaya rokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan/atau orang terdekat.
R : penghentian merokok dapat menghambat/ memperlambat kemajuan bronkitis.
h.       Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan.
R : mempunyai kemampuan ini dapat memampukan pasien untuk membuat pilihan/ keputusan informasi untuk menurunkan dispnea, memaksimalkan tingkat aktivitas, melakukan aktivitas yang diinginkan dan mencegah komplikasi.
i.         Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur sputum.
R : pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.




















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan















DAFTAR PUSTAKA
Anonim. [internet]. Hptt:/www.asuhankeperawatan.com.
Anonim. 2007.  ISO Indonesia volume 42. Jakarta : Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.
Aljeir. 2007. Asuhan Keperawatan dengan Infeksi dan Inflamasi Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC.
Bataone, Marosa. 2002. Standar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Yayasan Panti Rapih.
Doenges, Marilynn dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sumber : http://sonz-share.blogspot.com/2013/03/cara-memasang-musik-di-blog.html#ixzz2T0BxCDtZ