L Lawliet - Death Note

Sabtu, 11 Mei 2013


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
BBLR DAN HIPERBILIRUBIN
71155_341541120113_3869306_n.jpg




AKADEMI PERAWATAN MALAHAYATI
MEDAN
2012/2013

AKADEMI PERAWAT MALAHAYATI MEDAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hiperbilirubin Dan BBLR” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
           Makalah ini memuat tentang “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hiperbilirubin Dan BBLR” yang mengidentifikasikan dan menjabarkan konsep khusus yang berhubungan dengan hal-hal nyata dalam keperawatan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh sebab itu kritik yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing kami yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini dengan baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. 

Medan,

Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I             PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG…………..………………………………………….…4
1.2  TUJUAN………………………..………………………………………….….4
BAB II                        TINJAUAN TEORITIS
2.1  PENGERTIAN…………………………………..…………………………...5
2.2  ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI………………………..……………..…...6
2.3  PATOFISIOLOGI……………………………………………….………......9
2.4  MANIFESTASI KLINIS…………………………………………………....10
2.5  PEMERIKSAAN PENUNJANG……………..........................................11
2.6  KOMPLIKASI……………………………………………………………….13
2.7  PENATALAKSANAAN…………………………………………………….13
2.8  PENCEGAHAN…………………………………………………………..…15
2.9  ASUHAN KEPERAWTAN DENGAN BAYI HIPERBILIRUBIN……......15

BAB III          TINJAUAN TEORITIS II
3.1  DEFENISI……………………………………………………………………22
3.2  ETIOLOGI BBLR…………………………...………………………………22
3.3  TANDA-TANDA BAYI LAHIR……………...…………………………….23
3.4  PENATALAKSANAAN BBLR…………………………………………….23
3.5  PROGNOSIS………………………………………………………………...25
3.6  ASUHAN KEPERAWTAN DENGAN PASIEN BBLR……………………25

BAB IV          PENUTUP
                        4.1 KESIMPULAN………………………………………………………………31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………32


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
A.    HIPERBILIRUBIN
Sewaktu bayi  janin berada dalam rahim maka tugas membuang bilirubin dari darah janin dilakukan oleh plasenta. Hati/liver si janin tidak perlu membuang bilirubin. Ketika bayi sudah lahir, maka tugas ini langsung diambil alih oleh hati. Karena hati bayi  belum terbiasa melakukannya, maka terkadang memerlukan beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama hati bayi  bekerja keras untuk menghilangkan bilirubin dari darahnya, jumlah bilirubin yang tersisa akan terus menumpuk di tubuhnya. Sehingga menimbulkan ikterus pada bayi.
     Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
     Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
        
B.     BBLR
BBLR(Berat Bayi Lahir Rendah) merupakan masalah yang serius jikatidak mendapatkan perawatan intensif dan dapt menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkenbangan bahkan kematian. Tingginya morbilitas dan mortalitas BBLR masih menjadim masalahutama, diman angka kejadian BBLR di Indonesia mencapai 14% -60% kematian neonatal / bayi karena BBLR . Di provinsi Jawa Timur, BBLR menjadi penyebab kematian bayi tertinggi sebesar 34,72 % (2002), sedangkan di RSUD Dr. Soetomo BBLR menjadi penyebab kematian tertinggi sebesar 75,49 %. Penyebab morbilitas dan mortalitas BBLR → Asfiksia, sindromgangguan nafas, enfeksi dan komplikasi hipotermi

1.2 TUJUAN 
  Tujuan Umum
a.       Biasa dan mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi
  Tujuan Khusus
a.               Mampu menjelaskan tentang konsep dasar masing-masing penyakit.
b.    Mampu mengkaji tanda dan gejala yang sering terdapat pada bayi sesuai denganpenyakitnya.3.
c.    Mampu menentukan masalah yang sering dialami pada anak sesuai dengan penyakit..
d.    Mampu menentukan perencanaan tindakan pada anak sesuai dengan masalah padamasing-masing penyakit










BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN  
            Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi yang mana pada setiap bayi berbeda-beda, bila bilirubin tidak dikendalikan maka akan menjurus terjadinya kernicterus.
            Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum yaitu ≥ 13 mg/dL2
š Peningkatan kadar bilirubin serum bisa berupa peningkatan kadar bilirubin :
-  Bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin) disebut juga bilirubin indirect disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin, penurunan ambilan bilirubin oleh sel hati dan gangguan konjugasi.
-   Bilirubin terkonjugasi (conjugated bilirubin) disebut juga bilirubin direct disebabkan oleh gangguan sekresi intrahepatik dan gangguan ekskresi ekstrahepatik.
            Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1988)
             Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joundice pada sklera mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G. 1988)
            Ikterus adalah gambaran klinis gambaran klinis berupa perwarnaan kuning pada kulit, mukosa, sklera, selaput lendir dan organ lain akibat penunmpukan bilirubin, secara klinis ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL2



2.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
         A.ETIOLOGI
         Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi yang baru lahir karena :
         1.Hemolosis yang disebabkan oleh jumlah  sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.
         2.Fungsi hepar yang belum sempurna ( jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) → penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
         3.Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim β Glukoronidase di usus dan belum ada nutrien.

Penyebab Hiperbilirubin Pada Neonatal :
1.Overproduksi
a)      Kelainan hemolitik
Inkompatibilitas darah fetomaternal; ABO, Rh, dan lain-lain.
Hemolisis karena genetik
-          Sferositosis herediter,
-          Defek enzim- G6PD, Piruvat kinase, dll.
-          Hemoglobinopati – α- thalasemia, β-δ- thalasemia , dll
-          Galaktosemia
Hemolisis karena induksi obat- vitamin K.
b)      Darah ekstravaskular-petekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan cerebral, menelan darah.
c)      Polisitemia
Hipoksia fetal kronik
Tranfusi maternal- fetal atau fetofetal
Tranffusi plasenta ( cord stipping)
d)     Sirkulasi enterohepatik yang berlebihan
Obstruksi mekanik → Atresia dan stenosis, penyakit hischsprung, ileus mekonium, sindrom sumbatan mekonium
Penurunan peristaltis → Puasa atau kurang makan, obat-obatan (hexamethoniums, atropin), stenosis pilorus
2.  Sekresi Subnormal
a)      Penurunan ambilan bilirubin hepatik
Pirai duktus venosus persisten
Protein reseptor sitosol (y) dihambat oleh → obat-obatan, penghambat susu manusia abnormal
b)      Penurunan konjugasi  bilirubin
Reduksi kongenital aktivitas glukuronil transferase → Ikterus familial non hemolitik ( tipe 1 dan 2), sindrom gilbert
Inhibitor enzim → obat dan hormon – novobiocin, pregnanediol, galaktosemia (awal), sindromm lucey-drisscoll, susu manusia abnormal
c)      Gangguan transport bilirubin terkonjugasi keluar hepatosit
Defek transpor konginetal-sindrom dubin johnson dan rotor
Kerusakan hepatoseluler karena kelainan metabolik  → galaktosemia (terlambat), defisiensi α-1 antritypsin, tirosinemia, hipermetioninemia, intoleransi fruktosa herediter
Obstruksi toksik(alimentasi IV)
d)     Obstruksi aliran empedu
Atresia bilier, kista koledokal, fibrosis kistik, obstruksi ekstrinsik ( tumor atau perekatan)
3.  Campuran
a)      Infeksi prenatal → toksoplasmosis, rubela, Cytomegalovirus (CMV), herpes virus hominis, sifilis, hepatitis. Dll.
b)      Infeksi post natal (sepsis)
c)      Kelainan multisistem → prematuritas ± sindrom distress respirasi (SDR), bayi ibu diabetes, eritroblastosis berat.


B. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko untuk timbulnya  ikterus nenonatarum :
Faktor Maternal
-          Ras atau kelompok etnik tertentu (asia, Native American, Yunani)
-          Komplikasi kehamilan (DABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalm larutan hipotonik
-          Asi
Faktor perinatal
-  lahir(sefalhematom,ekimosis)
-          Trauma Infeksi(bakteri,virus,protozoa)
Faktor Neonatus
-          Premturitas
-          Faktor genetik
-           Polisitemia
-          Obat(streptomycin,kloramfenikol,benzyl-alkohol,sulfixoazol)
-          Rendahnya asupan ASI
-          Hipoglikemia
-          Hipoalbuminemia

C. KLASIFIKASI
-      Ikterus prehepatik disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
-      Ikterus hepatic disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
-      Ikterus kolestatik disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehinga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi  dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilinogen dalam tinja dan urin.
-      Ikterus Neonatus Fisiologis terjadi pada 2 – 4 hari setelah bayi lahir dan akan sembuh pada hari ke 7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
-      Ikterus Neonatus Patologis karena faktor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tak bertambah.
Menurut HTA Indonesia (2004) Klasifikasi Ikterus adalah sebagai berikut :

1.      Ikterus Fisiologis
         Secara umum setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,namun kurang12 mg/dl pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: Kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncakpada hari ketiga sampai kelima kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir.Kadang dapat muncul peningkatan kadar billirubin sampai 12 mg/dL dengan billirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.

2.      Ikterus pada bayi mendapat ASI(Breast milk jaundice)
         Pada sebagian bayi yang mandapat ASI eksklusif,dapat terjadi ikterus yang berkepanjangan.Hal ini dapat terjadi karena  adanya faktor tertentu  dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus.Bila tidak ditemukan faktor resiko lain ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.Apabila keadaan umum bayi baik ,aktif,minum kuat,tidak ada tatalaksana khusus meskipun ada peningkatan kadar billirubin.

2.3 PATOFISIOLOGI
         Bertambahnya beban hepar mengakibatkan pengahancuran yang meningkat sehingga menimbulkan ketidakcocokan pada Rh dan golongan A,B,O. Gangguan konjugasi, juga akan menurunkan glucoronil trasaferasi, hepatitis neonatus dan obstruksi bilier. Dengan demikian mengakibatkan bilirubin tak terkonjugasi, kadar bilirubin dalam plasma meningkat sehingga terjadi difusi pada jaringan dan terlihat kuning.
         Billirubin pada neonatus meningkat akibat terjabinya pemecahan eritrosit. Billirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam,dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan turun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
         Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan, penghancuran eritrosit, polisitemia.
         Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
         Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, Hipoksia, Hipoglikemia.

2.4 MANIFESTASI KLINIS
         1.Kulit berwarna kuning sampai dengan jingga
         2.Pasien tampak lemah
         3.Nafsu makan berkurang
         4.Reflek hisap kurang
         5.Urine pekat
         6.Perut buncit
         7.Pembesaran lien dan hati
         8.Gangguan neurologik
         9.Feses seperti dempul
         10.Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl

Gejala klinis Ensefalopati Billirubin:
1)  Gejala Akut
-          Letargi
-          Tidak mau minum
-          Hipotermi
2)  Gejala Kronik
-          Hipertonus
-          Epistotonus
Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralise serebral dengan atetosis ,gangguan pendengaran,paralisis sebagian otot mata dan displasia dentalis.

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
            Penegakan diagnosis untuk hiper billirubinemia adalah sebagai berikut:
A. Visual
-          Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus  bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang.
-          Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan.
-          Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digoongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

B.Bilirubin serum
            Beberapa hal yang perlu dipertimbangan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatakn morbiditas neonatus.Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk bila kadar bilirubin total >20 mg/dL atau usia bayi >2 minggu.

C.Bilirubinometer transkutan
            Umumnya pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi  bilirubin serum > 14,4 mg/dL (249 umol/l).

D.Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
            Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak . Hal ini dapat menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrsi bilirubin yang rendah .
            1.Pemeriksaan radiology
            Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
            2.Ultrasonografi
            Digunakan untuk membedakan antara kolestasis intra hepatic dengan ekstra hepatik.
            3.Biopsi hati
            Digunakan untuk memastikan diagnosa teutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, sirosis hati, hepatoma.
            4.Peritoneoskopi
            Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
            5.Laparatomi
            Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

2.6 KOMPLIKASI
            Retardasi mental
            Gangguan pendengaran dan penglihatan
            Kematian
 
2.7 PENATALAKSANAAN
            1.Tindakan umum
-      Memeriksa golongan darah ibu, (Rh, ABO) dll pada waktu hamil
-      Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil, atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
-      Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
-      Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawa.
            2.Tindakan khusus
-      Pemberian fenobarbital ® mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabakan gangguan metabolik dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
-      Memberi substrat yang kurang untuk transportasi / konjugasi ® misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar.
-      Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ® untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat.
-      Terapi tranfusi tukar® digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi, bila kadar haemoglobin  < 13 g/dL (hemaktokrit < 40 %) dan tes coombs positif segera rujuk bayi. Bila belerubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes coombs segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin <13 g/dL(HT <40%)
-      Terapi obat – obatan ® misalnya obat phenobarbital/luminal untuk meningkatkan peningkatan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
-      Menyusui bayi dengan ASI
-      Terapi sinar matahari
-      Berikan tranfusi darah bila hemoglobin < 10 g/dL (memaktokrit  , 30 %)
-      Bila ikterus menetap selama 2 minggu Tu lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu  lebih lama pada bayi kecil (berat lahir , 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice)
-      Foolow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (Hemaktokit  <24 %), berikan transfusi darah.
         3.Tindak lanjut
         Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.

2.8 PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
-      Nasehati Ibu :
Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal inin karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi(contoh : obat anti malaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,dll)
-      pengawasan antenatal yang baik
-      menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin.
-      Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
-      Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.
-      Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.
-      Pemberian makanan yang dini.
-      Pencegahan infeksi.

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BAYI HIPERBILIRUBIN
A.        Pengkajian
Wawancara
a.      Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Polisistemia,infeksi,hematoma,gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan ibu menderita DM.
b.      Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dap at
mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus.
c.       Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.
d.      Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit bayi tampak kuning.
e.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah  ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )
f.        Riwayat  Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
g.      Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan  dan pemahaman orang tua pada bayi yang ikterus
Pemeriksaan Fisik
Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi, hipotonus, refleks menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang, tangisan melengking. Selain itu, keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi ). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera mata kuning ( kadang – kadang  terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.
Laboratorium
Rh darah ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg\dl,prematur lebih dari 15 mg\dl.
 
B.     Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.
2. Potensial ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar
3. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare
4. Diare berhubungan dengan efek fototerapi
5. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi
C.    Intervensi
Dx 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami komplikasi atau cedera karena fototerapi.
NOC :  Safety Status : Physical Injury.
KH :
         1. Tidak ada iritasi mata.
         2. Tidak ada tanda – tanda dehidrasi.
         3. Suhu stabil
         4. Tidak terjadi kerusakan kulit
NIC : Phototerapi : Neonatus.
         1. Letakkan bayi dekat sumber cahaya.
         2. Tutup mata dengan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat memproteksi mata dari sumber cahaya.
         3. Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam, lakukan inspeksi warna sklera.
         4. Pada waktu menutup mata bayi, pastikan bahwa penutup tidak menutupi hidung.
         5.Buka penutup mata waktu memberi makan bayi.
         6. Ajak bicara bayi selama perawatan.

Dx2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara dalam batas normal
NOC : Fluid balance
KH:
         1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
         2.Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
         3.Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab, tidak ada tasa haus yang berlebihan
NIC : fluid Management
         1.Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
         2.Monitor vitall sign dan status hidrasi
         3.Monitor status nutrisi  dan dorong masukan oral, berikan minum dengan frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan normal, pantau haluaran dan turgor kulit.
         4.Kolaborasikan pemberian cairan intravena
         5. Atur kemungkinan transfusi
         6.Kolaborasi dengan Dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.

Dx 3
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit baik/utuh
NOC : Pressure Management
KH :
         1. Suhu dalam rentang yang diharapkan ( 36 – 37 C )
         2. Hidrasi dalam batas normal.
         3. Elastisitas dalam batas normal.
         4. Keutuhan kulit.
         5. Pigmentasi dalam batas normal
NIC : Pengawasan Kulit
         1. Anjurkan pasien untuk menggunkan pakaian yang longgar
         2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,catat warna kondisi kulit tiap 8 jam dan pada saat perawatan
         3. Monitor kulit adanya kemerahan
         4. Oleskan lotion atau minyak atau baby oil pada daerah yang tertekan
         5. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
         6. Pantau area bokong dan feses

Dx  4
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan diare berhenti atau sembuh.
NOC   :Bowel elimination
         1. Feses berbentuk BAB sehari sekali sampai tiga kali
         2. Menjaga daerah sekitar rectal dari  iritasi
         3. Tidak mengalami diare
         4. Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan
         5. Mempertahankan turgor kulit
NIC     : Diarhea Management
         1. Identifikasi faktor penyebab diare, ukur diare atau keluaran BAB
         2. Evaluasi intake makanan yang masuk
         3. Observasi turgor kulit secara rutin
         4. Berikan minum dengan frekuensi sering
         5. Instruksikan pada keluarga agar pasien  makan rendah serat,tinggi protein dan tinngi kalori jika memungkinkan
         6. Monitor persiapan makanan yang aman

Dx  5
Tujuan  :Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama proses keperawatan diharapkan suhu badan pasien turun(normal)
NOC : Thermolegulation
         1. Suhu tubuh dalam rentang normal
         2. Tak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
         3. Nadi dan RR dalam rentang normal
NIC ; Fever treatment
         1. Monitur suhu sesering mungkin minimal 2 jam sekali
         2. Monitor warna dan suhu kulit
         3.Monitor TD, nadi, dan RR
         4.Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
         5. Kompres pasien dengan air hangat pada daerah lipat paha, dan aksila.
         6.Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, usahakan jangan terlalu tebal.
         7.Berikan antipiretik jika perlu.

D.    Evaluasi
Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.
Skala penilaian:
         Ekstrem
         Berat
         Sedang
         Ringan
         Tidak ada gangguan
II.    Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar.
Skala Penilaian :
         Tidak pernah menunjukkan
         Jarang menunjukkan
         Kadang menunjukkan
         Sering menunjukkan
         Selalu menunjukkan
III.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare.
Skala penilaian:
         Ekstrem
         Berat
         Sedang
         Ringan
         Tidak ada gangguan
IV.    Diare berhubungan dengan efek fototerapi.
Skala penilaian:
         Ekstrem
         Berat
         Sedang
         Ringan
         Tidak ada gangguan
V.    Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi.
Skala Penilaian :
         Tidak pernah menunjukkan
         Jarang menunjukkan
         Kadang menunjukkan
         Sering menunjukkan
         Selalu menunjukkan












BAB III
TINJAUAN TEORITIS II
3.1 DEFINISI
           
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 250 gram (WHO, 1961), sedangkan bayi dengan berat badan kurang dari 1500 gr termasuk bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Pada kongres European Prenatal Medicine II (1970) di London diusulkan definisi sebagai berikut:
-          Preterin Infant (bayi kurang bulan: masa gestasi kurang dari 269 hari (37mg).
-          Term infant (bayi cukup bulan: masa gestasi 259-293 hari (37 – 41 mg).
-          Post term infant (bayi lebih bulan, masa gestasi 254 hari atau lebih (42 mg/lebih).
           
Dengan pengertian di atas, BBRL dibagi atas dua golongan:
Prematuritas murni kurang dari 37 hari dan BB sesuai dengan masa kehamilan/ gestasi (neonatus kurang bulan - sesuai masa kehamilan/ NKB-SMK).
Dismatur, BB kurang dari seharusnya untuk masa gestasi/kehamilan akibat bayi mengalami retardasi intra uteri dan merupakan bayi yang kecil untuk masa pertumbuhan (KMK). Dismatur dapat terjadi dalam preterm, term dan post term yang terbagi dalam :
* Neonatus kurang bulan – kecil untuk masa kehamilan (NKB- KMK).
* Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa kehamilan (NCB – KMK).
* Neonatus lebih bulan – kecil untuk masa kehamilan (NLB – KMK).

3.2 ETIOLOGI BBLR
Faktor ibu :
-          Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
-          Perdarahan antepartum
-          Malnutrisi
-          Hidromion
-          Penyakit jantung/penyakit kronis lainnya
-          Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
-          Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat
-          Infeksi
-          Penderita DM berat
Faktor Janin :
-          Cacat bawaan
-          Kehamilan ganda/gemili
-          Ketuban pecah dini/KPD
Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Kebiasaan
Idiopatik

3.3 TANDA-TANDA BAYI BBLR
            A. BB < 250 gram, TB < 45 cm, lingkar dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
           
B. Tanda-tanda neonatus :
            1.
Kulit keriput tipis, merah, penuh bulu-bulu halus (lanugo) pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak alam jaringan sub-kutan sedikit.
            2.
Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari.
            3.
Bayi prematur laki-laki testis belum turun dan pada bayi perempuan labia minora lebih menonjol.
            4.
Tanda-tanda fisiologis :
            a.
Gerak pasif dan tangis hanya merintih walaupun lapar, lebih banyak tidur dan malas.
            b.
Suhu tubuh mudah berubah menjadi hipotermis.

3.4
PENATALAKSANAAN BBLR
 
Pengaturan suhu
           
Untuk mencegah hipotermi, diperlukan lingkungan yang cukup hangat dan istirahat konsumsi Oyang cukup. Bila dirawat dalam inkubator maka suhunya untuk bayi dengan BB 2 kg adalah 35°C dan untuk bayi dengan BB 2 – 2,5 kg adalah 34°C. Bila tidak ada inkubator, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat yang telah dibungkus dengan handuk atau lampu petromak di dekat tidur bayi. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum, warna kulit, pernafasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit dapat dikenali sedini mungkin.

Pengaturan makanan/nutrisi
           
Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah sedikit demi sedikit. Secara perlahan-lahan dan hati-hati. Pemberian makanan dini berupa glukosa, ASI atau PASI atau mengurangi resiko hipoglikemia, dehidrasi atau hiperbilirubinia. Bayi yang daya isapnya baik dan tanpa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut. Umumnya bayi dengan berat kurang dari 1500 gram memerlukan minum pertama dengan pipa lambung karena belum adanya koordinasi antara gerakan menghisap dengan menelan.
            Dianjurkan untuk minum pertama sebanyak 1 ml larutan glukosa 5 % yang steril untuk bayi dengan berat kurang dari 1000 gram, 2 – 4 ml untuk bayi dengan berat antara 1000-1500 gram dan 5-10 ml untuk bayi dengan berat lebih dari 1500 Gr.
            Apabila dengan pemberian makanan pertama bayi tidak mengalami kesukaran, pemberian ASI/PASI dapat dilanjutkan dalam waktu 12-48 jam.

Mencegah infeksi
Bayi prematur mudah terserang infeksi. Hal ini disebabkan karena daya tubuh bayi terhadap infeksi kurang antibodi relatif belum terbentuk dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Prosedur pencegahan infeksi adalah sebagai berikut:
-          Mencuci tangan sampai ke siku dengan sabun dan air mengalir selama 2 menit sebelum masuk ke ruang rawat bayi.
-          Mencuci tangan dengan zat anti septic/ sabun sebelum dan sesudah memegang seorang bayi.
-          Mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang berhubungan dengan bayi.
-          Membatasi jumlah bayi dalam satu ruangan.
-          Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke ruang rawat bayi.
 
3.5 PROGNOSIS BBLR
Prognosis tergantung berat ringannya masalah prenatal, selain itu juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dam perawatan saat hamil, persalinan dan perawatan post – natal
3.6 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN BBLR
A. Pengkajian
Tanda-tanda anatomis :
·         ¨ Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis).
·         ¨ Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari
·         ¨ Pada bayi laki-laki testis belum turun.
·         ¨ Pada bayi perempuan labia mayora lebih menonjol.

Tanda fisiologis :
·         Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
·         Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi

Penyebabnya adalah :
·          Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
·         Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
·          Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

B. Diagnosa Keperawatan
1.                  Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler
2.                  Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
3.                  Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
4.                  Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
5.                  Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
6.                  Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.

C. Rencana Asuhan Keperawatan

No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Perencanaan
1.
Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dn neuro muscular
Pola nafas efektif .Kriteria Hasil :¨ RR 30-60 x/mnt¨ Sianosis (-)¨ Sesak (-)¨ Ronchi (-)¨ Whezing (-
1. Observasi pola Nafas.
1.            Observasi frekuensi dan bunyi nafas
2.            Observasi adanya sianosis.
3.            Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
4.            Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
5.            Beri O2 sesuai program dokter
6.            Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
7.            Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
8.            Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
2
Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu dan berkurangnya lemak subcutan didalam tubuh.
Suhu tubuh kembali normal.Kriteria Hasil :¨ Suhu 36-37 C.¨ Kulit hangat.¨ Sianosis (-)¨ Ekstremitas hangat
1.                  Observasi tanda-tanda vital.
2.                  Tempatkan bayi pada incubator.
3.                  Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan.
4.                  Monitor tanda-tanda Hipertermi.
5.                  Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
6.                  Ganti pakaian setiap basah.
7.                  Observasi adanya sianosis.
3.
Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi)
Infeksi tidak terjadi.Kriteria Hasil :¨ Suhu 36-37 C¨ Tidak ada tanda-tanda infeksi.¨ Leukosit 5.000 - 10.000

1.                  Kaji tanda-tanda infeksi.
2.                  Isolasi bayi dengan bayi lain.
3.                  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
4.                  Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
5.                  Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
6.                  Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan bersih/steril.
7.                  Kolaborasi dengan dokter.
8.                  Berikan antibiotic sesuai program.
4.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna nutrisi (Imaturitas saluran cerna)
Nutrisi terpenuhi setelahKriteria hasil :¨ Reflek hisap dan menelan baik¨ Muntah (-)¨ Kembung (-)¨ BAB lancar¨ Berat badan meningkat 15 gr/hr¨ Turgor elastis.

1.      Observasi intake dan output.
2.                  Observasi reflek hisap dan menelan.
3.                  Beri minum sesuai .
4.                  Pasang NGT bila reflekprogram menghisap dan menelan tidak ada.
5.                  Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
6.                  Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
7.                  Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
8.                  Timbang BB setiap hari.
5
Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
Gangguan integritas kulit tidak terjadiKriteria hasil :¨ Suhu 36,5-37 C¨ Tidak ada lecet atau kemerahan pada kulit.¨ Tanda-tanda infeksi (-)
1.                  Observasi vital sign.
2.                  Observasi tekstur dan warna kulit.
3.                  Lakukan tindakan secara aseptic dan antiseptic.
4.                  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
5.                  Jaga kebersihan kulit bayi.
6.                  Ganti pakaian setiap basah.
7.                  Jaga kebersihan tempat tidur.
8.                  Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
9.                  Monitor suhu dalam incubator.
6.
Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan kondisi krisis.
Cemas berkurangKriteria hasil :Orang tua tampak tenang
Orang tua tidak bertanya-tanya lagi.
Orang tua berpartisipasi dalam proses perawatan.

1.   Kaji tingkat pengetahuan orang tua
2.      Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.
3.      Libatkan keluarga dalam perawatan bayinya.
4.      Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.
5.      Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang

















BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN / SARAN
                      




















(*) Diisi oleh dosen pengajar.
                                 DAFTAR PUSTAKA

http://klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubenia.html

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak, Buku I. FKUI : Jakarta.

Soeparman.1987.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ke 2.Jakarta : FKUI.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak.1985.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta : FKUI.
Surasmi, Asrining.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta : EGC.

www. google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sumber : http://sonz-share.blogspot.com/2013/03/cara-memasang-musik-di-blog.html#ixzz2T0BxCDtZ